Bacaan dan Tontonan yang Katanya “untuk Anak-Anak”

Bismillahirrohmannirrohim. Assalamu`alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Tulisan kali ini, saya awali dengan sebuah hadits Nabi kita tercinta, Nabi Muhammad SAW yaitu,

“Didiklah anak-anakmu dan perbaikilah budi pekertinya.” (HR. Ibnu Majah)

Atau, di hadits yang lain mengatakan,

saat Abu Dzar berkata kepada saudaranya tatkala datang berita diutusnya Rasulullah SAW, “Pergilah engkau ke lembah itu dan dengar apa yang diucapkannya.” Kemudian saudara Abu Dzar tersebut kembali lalu menyampaikan, “Aku melihat dia (Nabi Muhammad SAW) memerintahkan kepada budi pekerti yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari hadits-hadits tersebut, salah satu poin yang dapat diambil adalah bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan kita (umatnya) untuk senantiasa memperbaiki budi pekerti. Dalam hal ini, termasuk juga anak-anak. Nah, karena anak-anak belum mengetahui bagaimana membentuk budi pekerti yang baik, maka peran orangtualah yang sangat dibutuhkan disini. Untuk membentuk budi pekerti anak, ada empat hal yang penting untuk diperhatikan. Yaitu tauladan, lingkungan, bacaan dan tontonan anak-anak. Nah, tulisan kali ini, kita akan membahas keempat hal tersebut.

Yang pertama, untuk tauladan, pada tulisan saya sebelumnya sudah pernah saya bahas akan pentingnya memberi tauladan yang baik kepada anak-anak. Dari pemberian tauladan yang baik mengenai budi pekerti, anak kemudian akan meng-copy perilaku tersebut dan menjadikannya sebagai perilakunya pula. Karena anak-anak sangat mudah meniru apa yang mereka lihat, terutama orangtuanya (orang yang pertama dan paling dekat dengannya). Untuk lebih jelasnya, bisa diintip kembali tulisan saya mengenai tauladan pada judul “Kacamata Ali bin Abi Thalib (3)” dan juga “Parenting Cerdas”

Lalu poin kedua, yaitu lingkungan. Sangat penting untuk anak berada pada lingkungan yang positif. Tidak hanya membentuk lingkungan keluarga yang baik, tapi juga menemukan atau menciptakan lingkungan sosial yang baik untuk anak. Sehingga anak akan hidup dan terbiasa berada di lingkungan baik, yang terdapat orag-orang yang dapat memberinya ilmu mengenai budi pekerti yang baik. Seperti pula yang sudah pernah saya tulis dalam tulisan saya “Pilih Yang Mana?” dan Fragnant with The Perfume Seller.

Sedangkan untuk poin yang ketiga dan keempat, yaitu bacaan dan tontonan untuk anak-anak, ini sebenarnya juga termasuk di dalam lingkungan yang baik bagi anak. Tapi, sengaja saya sendirikan karena saat ini, bacaan dan tontonan untuk anak menurut saya tak lagi “sehat” untuk mereka (baca:anak-anak). Walaupun pada bukunya tertulis “BACAAN ANAK”, tapi ternyata tidak menjamin bahwa isinya dapat dikonsumsi untuk anak-anak. Seperti yang pernah saya temui pada sebuah artikel, bahwa terdapat buku “BACAAN ANAK” yang berisi pornografi di dalamnya. Atau bahkan buku pelajaran untuk anak tapi terdapat bacaan yang bukan mengenai dunia anak-anak. Justru berisi mengenai perselingkuhan, perceraian orangtua, dan lain sebagainya. Hhmm… miris memang, tapi inilah yang sedang terjadi saat ini. Oleh karena itu, penting kiranya orangtua lebih selektif dalam memilihkan bacaan untuk anak-anak. Kalo` perlu dibaca dulu buku yang akan diberikan pada anak. Bukan hanya dibaca judulnya, tapi juga isi dan dilihat gambar-gambar yang ada dalam buku tersebut.

Selain itu, tontonan anak-anak juga harus menjadi perhatian orangtua. Saat ini, banyak sekali pilihan film kartun untuk anak-anak. Di televisi, dalam bentuk DVD, VCD, youtube, atau bahkan di bioskop. Tapi, tetap perlu kiranya orangtua untuk menyeleksi film kartun yang ditonton anak-anak. Karena, menurut saya, ada film yang justru kalau ditonton balita yang sedang belajar berbicara, membuat balita tersebut malah susah untuk meningkatkan perkembangan bahasanya. Karena film kartun tersebut tidak menampilkan bahasa yang dapat dipelajari anak, bahkan film kartun tersebut hanya memunculkan suara-suara aneh yang kemungkinan akan ditiru anak. Misalkan, anak balita yang sedang belajar bicara diberikan tontonan film kartun yang tidak ada percakapan bahasanya. Hal tersebut tidak akan merangsang anak untuk berbicara. Maka, berikanlah rangsangan pada balita tersebut tontonan yang dapat melatih kemampuan bicaranya (yang ada mengenal kata benda, kerja, dan sebagainya). Kemudian, ada juga film kartun yang walaupun kemasannya dalam bentuk kartun, tapi cerita film tersebut lebih cocok dikonsumsi oleh orang dewasa. Seperti film yang memperlihatkan keseksian wanita, atau ada “adegan pacaran” atau adegan kekerasan yang justru nanti bisa ditiru oleh anak. Hhm.. kalau lingkungan dan jaman tidak bisa dikendalikan, maka anaklah yang harus kita (baca:orangtua) kendalikan. 🙂

Dan, sampai disini tulisan saya kali ini, semoga bermanfaat untuk semua yang membaca. Terima kasih sudah membaca, ya… Happy Reading and Let’s Learn Together. 🙂

Still and Always Learn, @Q_Qee

Apa Pendapat Anda Tentang Mitos ?

Bismillahirrohmannirrohim… Assalamu`alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Pernah tahu atau dengar tentang beberapa mitos di Indonesia? Pasti pernah kan? Karena di Indonesia banyak sekali mitos-mitos yang bermunculan. Ada yang masih mempercayainya, ada yang sudah menganggapnya angin lalu. Mulai dari mitos jodoh, kehamilan, pernikahan, mitos untuk anak-anak, sampai pada mitos kematian. Menurut wikipedia, mitos sendiri mempunyai arti catatan peristiwa bersejarah yang dilebih-lebihkan. Belum lagi, awal mula mitos adalah cerita mengenai legenda atau cerita rakyat yang kebanyakan adalah cerita yang dibuat sendiri dengan setting masa lampau. Jadi, mitos adalah cerita dari masa lampau yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Hhmm… begitulah menurut pendapat saya.

Tetapi, ternyata tidak semua mitos itu hanyalah cerita yang diada-adakan dan tanpa makna. Ada beberapa mitos yang dimunculkan sebagai nasihat, seperti mitos orang jaman dulu yang sering bilang kepada anak gadisnya untuk menyapu dengan bersih, kalau tidak bersih, nanti akan ada kemungkinan mendapatkan suami yang berjenggot (brewok). Walaupun sumber dan kebenarannya belum jelas, tetapi mitos ini sebenernya mempunyai nasihat orangtua kepada anaknya untuk selalu menyapu atau membersihkan rumah dengan baik. Artinya, tidak semua mitos itu buruk adanya. Mungkin saja memang sumbernya yang tidak jelas, atau terlalu diada-adakan, tapi bisa saja maknanya sangat baik untuk kita.

Nah, ada juga yang dari dulu berpikiran kalau hal yang satu ini adalah mitos, tapi ternyata hal ini sangat baik. Tidak hanya maknanya, tapi juga berasal dari sumber yang sangat baik. Apa itu kira-kira?

Hmm… saat kita kecil, atau mungkin kita (baca:orangtua) pernah mengatakan kalimat ini pada anak-anaknya. Yaitu memerintahkan anak-anak untuk segera pulang ke rumah saat maghrib telah tiba. Dan menambahkan kalimat di belakang dengan “Kalau gak masuk rumah, nanti ada setan loh, nanti diculik gondoruwo loh… “ dan lain sebagainya. Ternyata, ini samasekali bukan mitos. Karena kalimat ini sangat benar adanya. Karena sesuai dengan ajaran dari nabi kita, Rasulullah Muhammad SAW tercinta yang bersabda,

“Jika sudah masuk malam, maka jagalah anak-anak kalian keluar dari rumah. Sebab setan berkeliaran pada saat itu. Jika sudah berlalu sesaat, biarkanlah mereka kembali.” (HR. Bukhari)

Nah, sebagai seorang muslim, orangtua hendaknya berusaha untuk selalu melakukan perintah Nabi Muhammad SAW tersebut dengan menjaga dan menghentikan aktifitas anak-anak di luar rumah dan menggantinya dengan mengajak untuk bersiap-siap melakukan sholat maghrib sekeluarga. Hal tersebut untuk menjaga mereka dari gangguan setan yang berpeluang bergantungan kepada manusia di saat menjelang malam.

Okee… terima kasih sudah berkenan membaca tulisan saya kali ini tentang mitos. Semoga yang sedikit ini menjadi manfaat untuk kita semua. Dan, pertanyaan untuk temen-temen, “Lalu apa pendapat anda tentang mitos?” 🙂

Then, Happy reading and let’s learn together.

 

 

Still and Always Learn, @Q_Qee

Ayah, I Need You…

Bismillahirrohmannirrohim. Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Beberapa hari yang lalu, saya dikejutkan oleh sebuah kalimat dari seorang anak SMP. Kalimatnya seperti ini,

“Aku lebih suka kalo’ gak ada ayah di rumah. Soalnya kalo’ ada ayah, nanti pasti dikit-dikit dimarahin, dikit-dikit diceramahin, bosen dan males dengernya.”

Hhmm… apa yang temen-temen rasakan ketika membaca kalimat itu? Kalo` saya, miris, sedih, kasihan, ya kasihan ke ayahnya, kasihan juga ke anaknya. Kalo` sedihnya karena seharusnya, keberadaan seorang ayah itu dinanti-nanti oleh anak. Bukan malah sebaliknya. Belum lagi, setelah saya mendengar kalimat tersebut, saya kemudian teringat sebuah cerita duka yang saya dapatkan beberapa minggu yang lalu.

Bahwa ada seorang laki-laki yang berusia sekitar 45 tahun meninggal dunia. Ayah dari laki-laki ini belum meninggal dunia. Yang membuat saya terkejut adalah sejak laki-laki ini berusia remaja, ia sangat jarang dan hampir semakin tidak pernah melakukan komunikasi dengan sang ayah. Karena saat remaja, sang ayah memperlakukannya dengan sangat keras yang kemudian membuat si laki-laki tersinggung sampai bertahun-tahun. Bahkan rasa kesal, marah, dan sakit hatinya terhadap sang ayah masih ia bawa sampai ia meninggal. 😦

Miris dan sedih. Apakah temen-temen juga merasakan perasaan yang sama seperti yang saya rasakan setelah mendengar cerita ini? Hhmm… Kesalahan kita (baca:orangtua) dalam berucap, bersikap, ternyata tidak hanya berdampak buruk untuk anak tapi juga akan membekas dalam jangka waktu yang lama. Kalaupun orangtua merasa bahwa kemarahan atau perlakuan kasar yang diberikan kepada anak disebabkan karena ulah anak yang kurang baik, tapi tidak ada salahnya bila kemudian orangtua meminta maaf kepada anak atas perlakuan yang sudah dilakukan. Agar tidak ada perasaan sakit hati yang masih membekas pada anak.

Yuk kita sama-sama mengingat kisah Nabi Muhammad SAW yang pernah saya tuliskan dalam tulisan Posisi Anak Bagi Orangtua (3). Yaitu saat seorang bayi pipis dalam gendongan Rasulullah SAW dan kemudian ibunya, Ummu al Fadhl segera mengambil bayi tersebut dari gendongan Rasulullah SAW secara kasar. Rasulullah SAW pun berkata, “Pakaian yang kotor ini dapat dengan mudah dibersihkan oleh air. Tetapi apa yang sanggup menghilangkan kekeruhan jiwa anak ini akibat renggutanmu yang kasar?” Begitulah Nabi Muhammad SAW. Beliau memperlakukan seorang bayi, seorang anak dengan penuh kelembutan dan tidak ingin membuat bayi tersebut sakit hati. Sangat menjaga perasaan hati bayi tersebut.

Bila hati anak merasa senang, nyaman karena selalu diberikan kasih dan sayang oleh orangtuanya, maka tidak akan ada anak yang tidak suka berada jauh dari orangtuanya. Tidak akan ada anak yang memendam kekesalannya kepada ayah atau ibunya. Tidak akan ada anak yang merasa sakit hati dengan perkataan atau perlakuan orangtuanya. Tidak akan ada anak yang bosan mendengarkan nasihat yang diberikan oleh ibu atau ayahnya. Karena nasihat tersebut diberikan dengan tepat dan tidak berlebih-lebihan. Seperti yang dikatakan

“Dari Abi Wail, saudara putra Sala­mah, ia berkata, ‘Adalah Ibnu Mas’ud RA senantiasa menasihati kami pada setiap hari Kamis sekali.’ Lalu berkata seorang laki-laki kepadanya, ‘Wahai ayah Abdur­rahman, sungguh aku mengingini agar eng­kau menasihati kami setiap hari.’ Ibn Mas’ud berkata, ‘Sesungguhnya hal itu membuat aku sungkan lantaran aku kha­watir membuat kalian bosan. Sesung­guh­nya aku membatasi dalam hal me­nasi­hati, sebagaimana juga Rasulullah SAW membatasinya, sebab khawatir ke­bosan­an akan menimpa kami’.”  (Mutta­faq alaih).

Nah, begitulah sebaiknya orangtua menasihati seorang anaknya. Tidak terlalu panjang, tidak terlalu sering diulang-ulang, dan tidak terlalu keras. Jadi, saya pun juga begitu, saya akhiri tulisan saya kali ini, agar tulisan saya tidak terlalu panjaanggg… sehingga teman-teman pun tidak akan bosan membacanya… hehehhehe… 😀 Terakhir, teteeepp, Happy Reading and Let’s Learn Together. 😀

 

 

Still and Always Learn, @Q_Qee

Hanya Tentangmu, Kekasih Allah yang Selalu Dirindu

Bismillahirrohmannirrohim. Assalamu`alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Allahumma sholli ala Muhammad wa ala ali Muhammad… Hari ini adalah hari kelahiran kekasih Allah, Nabi Muhammad SAW. Jadi, ijinkan saya untuk menceritakan sebuah cerita yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW.

Beberapa hari yang lalu, seorang ayah, guru, ustadz saya yang bernama Ali Mustofa menceritakan sebuah kisah kepda saya dan beberapa teman saya. Dikisahkan olehnya, ada seorang ilmuwan yang sudah lebih dari 15 tahun dalam hidupnya, digunakan untuk meneliti kehidupan salah satu hewan, katakanlah hewan itu adalah semut. Ilmuwan ini meneliti mulai dari fisik semut, bagaimana semut bertahan hidup, sampai bagaimana semut bersosialisasi dengan semut yang lain, dan lain sebagainya. Ilmuwan ini, melakukan penelitian sedemikian rupa karena begitu tertariknya ia terhadap hewan yang bernama semut. Kemudian suatu saat, ada seorang ulama datang berkunjung padanya. Setelah bertemu dan berbincang-bincang mengenai apa yang telah diteliti oleh seorang ilmuwana ini, ulama tersebut memberikan satu pertanyaan kepada si ilmuwan. “Hai ilmuwan, kau mengaku tertarik dan telah meneliti hwan yang bernama semut ini selama 15 tahun lebih. Dan sampai sekarang pun kau belum merasa puas akan hasil penelitiannya. Lalu bagaimana dengan yang kau katakan bahwa kau tertarik dengan Nabi Muhammad SAW ? Sudah berapa tahun dalam hidupmu kau gunakan untuk mengenal, memahami, mendalami, dan meneladani sosok Nabi Muhammad SAW ?

Kurang lebih begitulah kisahnya. Dari kisah itu, saya yakin pikiran kita pun telah dipenuhi renungan, pertanyaan, bahkan kekecewaan atau penyesalan. Begitu pula dengan saya. Kalau saya adalah lulusan dari psikologi dan telah belajar mengenai ilmu psikologi selama 4 tahun diperkuliaahan, tapi saya menyadari bahwa saya sampai saat ini belum benar-benar pernah belajar, mengenal, memahami dan mendalami serta kemudian bisa meneladani sosok Nabi Muhammad SAW selama itu (4 tahun). Mempelajari bagaimana kehidupan beliau, mempelajari bagaimana keluarga dan sahabat beliau, mempelajari bagaimana perjuangan beliau berdakwah menyebarkan agama Islam. Hhmm… Kalau untuk belajar ilmu psikologi saja saya butuh waktu 4 tahun, berarti untuk belajar mengenai seorang kekasih Allah SWT kita harus lebih dari sekedar 4 tahun, harus lebih dari 10 tahun dalam hidup kita, harus lebih dari 20 tahun dalam hidup kita, karena kita harus mempelajarinya seumur hidup kita untuk meneladani setiap perilakunya walaupun kita akan tetap sangat jaaauuuhh dibandingkan dengannya.

Sebelum saya membuat tulisan ini, saya melihat acara televise sebentar. Dalam acara tersebut, Ustadz Quraish Shihab mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang tidak kagum dan meneladani sosok Nabi Muhammad SAW setelah ia mempelajari kehidupan beliau. Entah itu Muslim atau non Muslim sekalipun. Jadi, agar selalu mencintai dan meneladani Nabi Muhammad SAW di tengah kondisi dunia seperti sekarang ini, maka pelajarilah sosok Nabi Muhammad SAW.  🙂

Oke… terima kasih sudah membaca tulisan saya kali ini. Minggu ini saya tidak menulis mengenai parenting, saya khusus menulis mengenai Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, sosok Nabi Muhammad SAW adalah sosok sempurna yang bisa dijadikan teladan bagi para orangtua dalam mendidik anak. Terakhir, Happy Reading and Let’s Learn Together.

 

 

Still and Always Learn, @Q_Qee

Apakah Anak-Anak Butuh Terompet ?

Bismillahirrohmannirrohim. Assalamu`alaikum Warohmatullahhi Wabarokatuh…

Alhamdulillah… Akhirnya setelah laamaaaa sekali saya tidak menulis di blog ini, di hari pertama tahun 2014 ini, saya bisa menulis kembali disini. 😀 Semoga, dengan diawali menulis di tahun 2014 ini, saya ke depannya bisa rutin menulis kembali disini.. Amin… Doakan saya juga ya teman-teman… ^^

Hemm… Semalam, saya menghabiskan malam liburan dengan berkumpul dengan keluarga. Mumpung anggota keluarga pada kumpul semua. Ngobrol, bercanda, dan tentu saja sambil ngemil sana sini. Mulai dari jagung rebus, sampai jagung rebus plus bakar (habis direbus terus dibakar. Hhehehe). Mulai dari ba’da sholat isya’, sampai sekitar pukul 10 malam. Setelah itu? Ya… tidur… Lah wong sudah ngantuk ya mulai tidur saja. Kemudian baru terbangun saat sholat subuh tiba. Hmmm… begitulah cara saya melewatkan malam yang kata orang adalah malam tahun baru. Kalo` kata saya, ya malam libur. Karena hari ini kita semua libur dari rutinitas kantor ataupun rutinitas sekolah bagi siswa. Tetapi tadi malam, hampir di seluruh ruas jalan di kota pasti rame banget. Mulai dari adanya car free night di beberapa kota besar, sampai konser musik di kota-kota lainnya (mulai musik pop, jazz, rock, dangdut, sampai musik oplosan. Hehhehe). Belum lagi adanya bunyi terompet dan petasan dimana-dimana. Terompetnya bukan lagi terompet biasa, melainkan terompet “bel truk” saya bilangnya. Karena bunyinya seperti suara bel sebuah truk besar yang bikin kaget orang. Aktivitas- aktivitas tersebut, tidak hanya diikuti oleh para orang dewasa loh… Anak-anak pun juga ikut serta. Bahkan yang balita atau bayi yang belum bisa berjalan pun ada yang diajak meramaikan jalanan dengan menaiki sepeda motor.

Naaahh…. Inilah poin yang akan saya bahas dalam tulisan saya kali ini. Coba sekarang, saya ingin mengajukan pertanyaan terlebih dahulu. “Kira-kira, kalau kita (baca:orangtua) tidak memperkenalkan pada anak bahwa malam tahun baru itu harus beli terompet atau bermain petasan di depan rumah atau jalanan, anak-anak akan tetap mengetahui kebiasaan itu gak ya?” Mungkin, sebagian dari kita akan menjawab “Iya!”. Karena bisa jadi anak akan tahu dari lingkungan sekitar atau televisi. Tetapi, saya akan bertanya lagi, “Kalau orangtua tidak pernah membiasakan dan memperbolehkan anak untuk melakukan hal tersebut, kira-kira anak akan mempunyai kebiasaan itu atau enggak ya?” Nahh! Kalau yang ini, saya akan lebih setuju dengan jawaban “Tidak!”. Kalau teman-teman mengikuti tulisan saya, pasti masih ingat mengenai modeling yang pernah saya tuliskan pada artikel “Parenting Cerdas”. Dikatakan pada tulisan tersebut bahwa orangtua adalah role model  bagi anak. Apapun yang dilakukan orangtua, anak akan mengikuti. Apa yang dikatakan atau diijinkan oleh orangtua, anak akan menganggap bahwa hal itu benar. Apalagi bila hal tersebut terjadi pada anak di usia dini yang ibaratnya otak mereka masih seperti “spons”. Spons seperti di sponge bob itu loh.. atau spons cuci piring, pasti pada tahu, kan.. Maksudnya, anak akan menyerap informasi apapun yang dilihat, didengar, atau dirasakan oleh anak tanpa disaring.

Memang sih, Umar bin Khattab pernah mengatakan, “Ajarkanlah atau didiklah anakmu sesuai dengan jamannya.” Tapi, bukan berarti sekarang jaman petasan terus anak diajarkan bermain petasan kan? Kalo` menurut saya, arti dari kalimat Umar bin Khattab tersebut lebih dalam adalah kita (baca:orangtua) diminta untuk mendidik anak sesuai jamannya untuk menjadi seorang pemimpin yang baik di jaman yang akan datang (saat anak sudah menjadi seorang dewasa). Masih ingat sabda Rasulullah SAW mengenai setiap orang adalah pemimpin kan? Saya coba bantu mengingat, ya…

““Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Penguasa adalah pemimpin dan seorang laki-laki adalah pemimpin, wanita juga adalah pemimpin atas rumah dan anak suaminya. Sehingga seluruh kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin.” (Muttafaqun alaihi)”

Nah, anak-anak nantinya akan menjadi seorang pemimpin pula. Bagi dirinya maupun bagi orang lain. Kalau sekarang mereka belajar mengenai hal – hal yang biasa saja atau bahkan hal yang kurang baik, coba bayangin bagaimana mereka saat mereka menjadi seorang pemimpin nantinya. Hhmm.. kalo` saya sih mending gak usah dibayangkan. Ngeri. Kalo` sekarang kita sering mengeluh dengan para pemimpin-pemimpin kita, bagaimana dengan calon pemimpin-pemimpin di masa depan yang sekarang kita (baca:orangtua) didik dengan kurang baik? Yuk kita renungkan bersama pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tapi… merenungnya jangan kelamaan…  Karena setelah merenung, kita harus segera memunculkan niat (intention) dalam diri kita, yang kemudian diikuti dengan action (tindakan). Karena bagaimanapun, kita butuh meng-ON-kan 2 hal, IntentiON (niat) kemudian actiON (tindakan). Barulah akan terwujud dan mendapatkan hasil. Itu seperti kata guru saya… Kakek @JamilAzzaini. Hhehehhe…

Oke.. sampai disini dulu ya.. tulisan saya… semoga bermanfaat buat kita semuanya… Happy Reading and Let’s Learn Together. 🙂

 

 

Still and Always Learn, @Q_Qee

Bekal Pendidikan Anak

Bismillahirrohmannirohim. Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Halo temen-temen semuanya! Happy Ramadhan! Waa.. Gak terasa ya sudah memasuki 10hari terakhir di bulan Ramadhan. Semoga puasa kita semakin sempurna, sholat2 sunnah kita semakin rajin, baca AlQur’an kita semakin rutin. Amiin.. Oh ya, FYI ya.. Beberapa bulan ini, saya memiliki aktivitas dan kesibukan baru, jadi saya belum bisa rutin membuat tulisan seperti waktu-waktu sebelumnya. Mungkin ke depannya nanti, tulisan yang saya buat hanya satu tulisan setiap minggunya. Semoga saja dengan begitu, saya masih bisa tetap rutin menulis,ya.. 🙂

Nah, minggu ini saya akan melanjutkan dari tulisan-tulisan saya yang sebelumnya. Beberapa minggu yang lalu, saya menuliskan tentang bekal yang sebaiknya diberikan kepada anak untuk melindungi anak dari lingkungan yang kurang baik. Seperti yang saya tuliskan pada “Pilih Yang Mana?” dan “Bekal Fisik Anak“. Bekal yang pertama yang bisa diberikan adalah Bekal Fisik Anak. Nah, sekarang saya akan bahas bekal yang kedua yang tidak kalah penting dengan bekal pertama, yaitu Bekal Pendidikan Anak.

Untuk menjelaskan tentang Bekal Pendidikan ini, saya awali dengan sebuah hadits,ya..

“Seseorang yang mendidik anaknya itu lebih baik daripada bersedekah satu sha’.” (HR. At Tirmidzi)

Nah, satu sha’ itu sendiri yang saya tahu adalah sebesar empat mud. Sedangkan satu mud adalah sekitar 675 gram. Jadi, satu sha’ adalah 4×675 gram. (Mungkin ada teman-teman yang lebih paham, mohon penjelasannya,ya.. :))

Di hadits yang lain mengatakan,

“Seorang ayah tidak pernah memberi kepada anaknya sesuatu yang lebih baik daripada adab yang mulia.” (HR. At Tirmidzi)

Jadi, kalau kita bisa mengambil kesimpulan dari kedua hadits tersebut, maka pemberian atau bekal terbaik kepada anak adalah pendidikan yang salah satunya atau sebaiknya ialah adab yang mulia. Dalam hal ini, saya semakin setuju bila orangtua tidak hanya memberikan pendidikan berupa penjelasan, tetapi juga berupa tauladan. Seperti yang pernah terjadi pada jaman Rasulullah SAW. Yang sudah pernah saya ceritakan pada tulisan saya sebelumnya di artikel, “Kacamata Ali bin Abi Thalib“. Bagi yang belum baca, bisa intip kesana dulu,ya.. Jadi saya tidak perlu cerita lagi. 😀

Kisah tersebut adalah salah satu contoh bagaimana mengajarkan anak untuk berperilaku dan berkata jujur. Yaitu dengan memberikan keteladanan pada anak (orangtua juga berperilaku dan berkata jujur).

Selain itu dalam sebuah hadits, Ibnu Abbas ra. Berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ajarlah, permudahlah, dan jangan persulit! Gembirakanlah dan jangan takut-takuti! Jika salah seorang dari kalian marah, hendaklah berdiam diri!” (HR. Ahmad dan Bukhari)

Hadits ini menjelaskan bagaimana cara orangtua memberikan pendidikan kepada anaknya. Selain memberikan tauladan, orangtua juga harus memudahkan anaknya dalam belajar dan mendapatkan sebuah pendidikan dalam hal apapun. Seperti, memberikan fasilitas belajar yang baik, tempat belajar (sekolah) yang baik, memberikan kesempatan yang seluas-luasnya pada anak untuk belajar, juga memberikan suatu penjelasan yang dapat diterima oleh pikiran anak sesuai usianya. Sehingga anak akan lebih mudah memahami sebuah ilmu.

belajar

Dalam hadits tersebut juga dikatakan, bahwa jangan menakut-nakuti anak. Seperti yang terjadi pada beberapa orangtua saat ini. “Hayoo.. Cepet makan. Kalo’ gak makan nanti ada hantu dateng loh,ya..”. Atau, “Eh,eh,nak.. Diem,nak.. Jangan nangis,cup cup.. Loh.. Lihat, ada harimau.. Haduu.. Takut.. Makanya jangan nangis, biar harimaunya gak kesini..” Dan contoh yang lain-lainnya. Kalau menurut saya, baiknya anak diberikan penjelasan yang benar. Mengapa ia tidak boleh menangis, mengapa ia harus makan, dan lain sebagainya. Jangan remehkan mereka dengan pemikiran, “Halah.. Anak kecil kan belum ngerti apa-apa.. Dikasih penjelasan juga gak akan paham”. Nah! Menurut saya justru sebaliknya. Anak kecil itu sangat cerdas. Dengan kita memberikan penjelasan yang benar, maka lambat laun mereka akan bisa menerima penjelasan tersebut dengan baik.

Untuk poin yang terakhir dalam hadits tersebut, sepertinya saya sudah pernah bahas dalam tulisan saya yang berjudul, “La Taghdhab!“. Yang belum sempet baca, bisa dilirik sebentar kesana,ya.. Heheheh 😀

Jadi, untuk melindungi anak dari pengaruh lingkungan yang kurang baik, orangtua bisa memberikan bekal berupa ilmu atau pendidikan dan juga bekal fisik untuk anak. Selain itu, serahkan semuanya kepada yang sepenuhnya memiliki anak kita (baca:orangtua), yaitu Allah SWT.

Okeii.. Sampai disini dulu tulisan saya kali ini. Semoga bermanfaat walaupun sedikit. Mari kita sharing dan berbagi bersama. Last, Happy Reading and Let’s Learn Together. 🙂

 

Still and Always Learn, @Q_Qee

Bekal Fisik Anak

Bismillahirrohmannirohim. Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Selamat Malam semuanya, yang besok niat berpuasa sunnah Kamis, jangan lupa sahur,ya.. Sahur itu sunnah Rasul loh.. Yang masih punya hutang di bulan Ramadhan tahun lalu, hayoo.. Mulai dicicil hutangnya.. Bulan Ramadhan sebentar lagi loh. Udah gak sabar rasanya menyambut bulan Ramadhan. 🙂

kekerasan anak

Beberapa minggu akhir-akhir ini saya sering melihat berita di TV (biasanya nonton sinetron, jarang nonton berita. Hhehe). Dan dari beberapa berita yang saya lihat, yaa.. Kebanyakan seputar politik, kasus korupsi, perampokan, dan lain sebagainya. Bahkan beberapa kali saya melihat berita tentang kasus kekerasan pada anak. Kekerasan fisik, bahkan sampai pelecehan seksual. Lingkungan luar saat ini memang sangat begitu merisaukan. Seperti yang saya tulis pada artikel sebelumnya “Pilih Yang Mana?”, lingkungan akan terus berkembang tanpa menghiraukan semua orang suka atau tidak dengan perkembangan tersebut. Oleh karena itu yang bisa dilakukan adalah membekali diri sendiri dan membekali anak-anak bagi orangtua. Seperti firman Allah SWT yang berbunyi,

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” (Q.S. Al Anfal: 60).

Artinya, apapun itu kita (baca:manusia) diperintahkan untuk melakukan persiapan. Nah, termasuk persiapan untuk melindungi diri dari lingkungan luar. Lalu apa yang bisa dilakukan para orangtua untuk melindungi anak-anaknya? Padahal orangtua tidak bisa menjaga anaknya 24jam setiap hari. Apalagi untuk putra-putri yang sudah beranjak dewasa. Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya bersabda :

“Ajarilah anak-anak kamu berkuda, berenang dan memanah”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Berkuda bisa mengajarkan ketangkasan dan keberanian. Berenang sangat baik untuk tubuh kita serta dapat menolong kita disaat kita berhadapan dengan air (laut, sungai atau lainnya). Bagi anak-anak, berenang sangat baik untuk perkembangan motorik halus maupun kasar anak. Memanah pun juga seperti itu. Selain itu, kalau menurut saya, yang saya dapatkan dari hadits ini adalah, Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita (baca:orangtua) untuk memberikan pelajaran fisik kepada anak. Hal tersebut untuk berjaga-jaga apabila terjadi sesuatu pada anak. Untuk masa sekarang, bisa diajarkan seperti olahraga beladiri, berenang, dan olahraga-olahraga ketangkasan lainnya. Sekaligus Rasulullah SAW memerintahkan setiap kita (termasuk anak) untuk menjadi seorang muslim yang kuat. Seperti sabda beliau,

“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih disukai oleh Allah SWT daripada orang mukmin yang lemah.” (HR. Muslim).

beladiri

Bagi dunia psikologi, kegiatan tersebut juga sangat positif untuk perkembangan anak. Tidak hanya bagus untuk perkembangan fisik anak, tapi juga bagus untuk psikologis anak. Membuat anak lebih percaya diri, dapat mengeksplor dirinya dengan baik, membentuk keberanian, kreativitas, dan sebagainya.

berkuda

Sebenarnya, dalam Islam ada bekal yang paling utama untuk membekali seorang anak agar terhindar dari bahaya lingkungan luar. Bahaya secara fisik maupun secara psikologis. Apa ya kira-kira? Tunggu di artikel saya minggu depan,yaa.. Hhehehe.. Okeii.. Sampai disini dulu tulisan saya kali ini. Semoga bermanfaat walaupun sedikit. Mari kita sharing dan berbagi bersama. Last, Happy Reading and Let’s Learn Together. 🙂

 

 

Still and Always Learn, @Q_Qee

Pilih Yang Mana ?

Bismillahirrohmannirohim. Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Apa kabar temen-temen semuanya? Tetap baik,kan? Mumpung hari Jum`at nih, doa yang banyak yuuk… Yang lagi punya hutang, lebih dibanyakin lagi baca surat At Talaq ayat 2-3, ya.. Ayat tersebut dikenal dengan ayat seribu dinar. Gak percaya? Dicoba dulu, dibuktiin dulu, bener atau engganya… 😀

Tulisan untuk minggu ini, saya awali dengan sebuah hadits yang pasti temen-temen sudah sangat familiar sekali. Bunyi haditsnya gini nih,

“Perumpamaan teman yang sholih dan teman yang buruk bagaikan pembawa minyak kasturi dengan peniup api. Pembawa minyak kasturi, adakalanya dia memberimu, atau engkau membeli darinya, atau paling tidak engkau akan mendapatkan bau yang harum darinya. Sedangkan peniup api, ia bisa membakar pakaianmu atau paling tidak engkau akan mendapatkan bau (pembakaran) yang busuk darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Gimana? Sudah sering dengar, kan? Saya juga sudah pernah menuliskan artikel yang serupa di judul “Fragnant with The Perfume Seller” . Karena memang 101 persen kalimat-kalimat dari hadits tersebut bener banget! Artinya, kita harus pinter-pinter memilih lingkungan untuk hidup kita. Juga hidup anak-anak kita (baca:orangtua). Sudah sangat banyak sekali contoh dari penyimpangan perilaku anak-anak yang disebabkan lingkungan mereka kurang baik. Seperti, beberapa waktu yang lalu anak kecil yang sudah kecanduan merokok. Ternyata hal tersebut terjadi pada hidupnya karena dia juga terbiasa dengan lingkungan perokok. Belum lagi kejadian seorang pelajar yang kemudian masuk dalam sebuah komunitas yang kurang baik dan positif. Yang akhirnya berakibat perilaku yang ditunjukkan pun kurang baik pada orang-orang di sekitarnya. Hhmm..

merokok

Kalau sudah seperti itu, siapa yang bisa kita salahkan? Lingkungan? Hhmm.. Bisa sih menyalahkan lingkungan, tapi gak akan ada habisnya. Karena lingkungan pasti akan terus berkembang terlepas dari semua orang setuju atau tidak dengan perkembangan lingkungan itu sendiri. Bener gak? Bener doong.. Lalu..apa yang bisa diberikan? Ya jelas memilih lingkungan yang terbaik dan orangtua harus terus memantau dan membimbing anak agar tidak terjebak pada lingkungan yang salah.

Dalam dunia psikologi, terdapat teori kognitif sosial yang menyatakan bahwa perilaku, lingkungan, dan kognisi merupakan faktor-faktor penting dalam perkembangan manusia. Dan dari teori Vygotsky (seorang ahli psikologi) menyatakan bahwa teori kognisi sosio-budaya menekankan bagaimana budaya dan interaksi sosial mengarahkan perkembangan kognitif seseorang. Hal tersebut semakin memperjelas dan memperkuat bahwa lingkungan yang baik, bagi kehidupan seseorang sangatlah penting. Apalagi bagi kehidupan seorang anak. Karena mereka (baca:anak) belum mengetahui mana lingkungan yang baik untuknya, mana lingkungan yang aman, atau bagaimana lingkungan yang kondusif untuk kehidupannya. Disinilah peran orangtua yang harus membimbing anak dan menyiapkan lingkungan yang baik untuk anak. Mulai dari lingkungan sekolah yang baik, lingkungan sekitar rumah, lingkungan pertemanan anak, dan lain sebagainya.

mengaji

Tetapi, bukan berarti sampai kapanpun orangtua yang harus memilihkan lingkungan untuk anak, karena pada saat anak tersebut sudah beranjak remaja dan kemudian dewasa, ajarilah mereka nantinya untuk memilih lingkungan terbaiknya sendiri. Tugas orangtua? Ya memberikan perbekalan terbaik untuk anak dan menyerahkan semuanya kepada yang “memiliki anak”, yaitu Allah SWT. Kan anak hanya titipan dari Allah SWT. Ya kan? 😉

Nah, perbekalan seperti apa yang harus dipersiapkan oleh orangtua, itu juga sudah dijelaskan oleh Islam. Saya juga akan mencoba untuk memberikannya buat temen-temen semua. Tapi di artikel minggu depan,yaa.. Hehehe 😀

Sampai disini dulu ya tulisan saya kali ini. Semoga tulisan-tulisan saya tetap dapat memberi manfaat buat temen-temen semuanya. Eh iya, ditunggu terus loh saran dan kritiknya dari temen-temen. Mari kita sharing dan berbagi bersama. Last, Happy Reading and Let’s Learn Together. 🙂

 

 

Still and Alway Learn, @Q_Qee

Duduk sama Rendah, Berdiri sama Tinggi

Bismillahirrohmannirohim. Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Haloo semuanya, long time no see… 🙂 mau tanya nih, sudah berapa gelas air putih yang kita minum hari ini? Hayoo.. Kalo’ masih 1 gelas atau bahkan belum sama sekali, segera gih ambil air putih dan diminum dulu sebelum melanjutkan membaca artikel saya kali ini. Hhmm.. Gak usah dibahas deh kayaknya kenapa dan bagaimana pentingnya air putih untuk tubuh kita. Karena pasti semua orang sudah tahu,kan. Yang terpenting, kita jangan sampai termasuk ke dalam golongan orang yang pura-pura tidak tahu atau acuh terhadap pentingnya minum air putih. Jadinya, gak cinta badan sendiri,deh.

Okee, kali ini sebelum saya akan membahas tentang parenting, saya akan bertanya lagi satu pertanyaan. “Bagaimana rasanya bila kita berbicara dengan orang saat kita dalam posisi duduk, sedangkan orang tersebut posisinya berdiri?” Gak enak,kan? Gak nyaman banget pasti. Nah! Kalo’ sepakat dengan hal tersebut, maka temen-temen pasti juga akan sepakat dengan judul pada artikel saya ini, “Duduk sama Rendah, Berdiri sama Tinggi.”
So, apa sih hubungannya dengan bahasan parenting kali ini? Kita simak dulu kisah berikut yaa..

imagesCAKJ2D33

Pada saat itu adalah perang badar dan beberapa sahabat Rasulullah saw. berhasil menangkap seorang anak pengembala unta milik orang Quraisy. Para sahabat mencoba bertanya berapa jumlah pasukan Quraisy kepada anak tersebut. Tetapi tidak dijawab dengan baik olehnya yang kemudian anak tersebut dibawa langsung menemui Rasulullah saw. Kemudian, saat bertemu, Rasulullah saw mengajukan pertanyaan yang berbeda. “Berapa unta yang disembelih untuk mereka (pasukan Quraisy) ?”. Anak tersebut pun menjawab, “Antara sembilan hingga sepuluh orang.” Rasulullah kemudian mengambil kesimpulan, “Kalau begitu jumlah mereka antara sembilan ratus hingga seribu orang.”

Rasulullah saw cerdas banget, kan? Beliau paham bahwa seorang anak kecil belum mengetahui hitungan sampai ratusan bahkan ribuan. Sehingga Rasulullah saw menyesuaikan hal tersebut dengan mengajukan pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban dalam hitungan satuan atau puluhan. Nah, itulah yang saya maksudkan dengan duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Untuk menghadapi anak, sebagai orangtua harus menyesuaikan dengan kemampuan anak pada saat itu. Apabila anak berusia kurang dari 2 tahun, maka berilah ia lingkungan, mainan, dan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami olehnya. Apabila anak berusia kurang dari 11 tahun, maka berilah lingkungan dan bahasa yang sesuai dengannya. Sehingga anak lebih merasa dihargai, bukan digurui. Sayangnya, dewasa ini yang banyak terjadi justru sebaliknya. Saat anak tidak bisa menuruti apa kata orangtua, orangtua pun langsung memarahi anak. Bukannya mencoba melakukan introspeksi terlebih dulu apakah bahasa yang kita (baca:orangtua) berikan sudah dapat dimengerti atau belum oleh anak.

imagesCA8J0CO5

Begitu pula secara fisik. Dalam arti, pada saat berbicara kepada seorang anak, usahakanlah untuk menyesuaikan dengan tinggi badannya. Sehingga ia merasa lebih nyaman dan merasa berteman dengan seseorang yang berbicara dengannya. Untuk anak yang masih kecil, kita (orang dewasa) bisa dengan berjongkong untuk merendahkan badan kita atau duduk disebelahnya. Tidak dengan posisi yang kurang nyaman seperti mereka duduk, sedangkan kita berdiri. Itu membuat mereka (anak-anak) tidak nyaman dan akan cenderung tertutup dengan orang yang diajak bicara. Kita pun seperti itu kan sekarang? Kita akan merasa tidak nyaman bila lawan bicara kita berdiri sedangkan kita dalam posisi duduk. Ada perasaan seperti diperintah, digurui, atau yang lainnya.

Okeee.. Karena sudah sangat malam, sampai disini dulu ya tulisan saya kali ini. Selamat beristirahat. dan semoga tulisan-tulisan saya tetap dapat memberi manfaat buat temen-temen semuanya. Last, Happy Reading and Let’s Learn Together. 🙂

 

 

Still and Alway Learn, @Q_Qee

“Surga vs Neraka” Bagi Anak

Bismillahirrohmannirohim. Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh…

Hai, hai, hai. Selamat Malam semuanyaa !! Bagi yang baru sampai rumah setelah seharian melakukan aktivitas di luar, selamat berkumpul kembali bersama keluarga di rumah, apalagi ini weekend. Selamat weekend, ya… Sambil kumpul bareng keluarga, sambil membaca artikel saya kali ini, ya… Hehehe.. Oh iya. Sempetin baca surat Al Waqi’ah di malam hari juga,ya…

Dari Ibnu Mas’ud r.a., Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka dia tidak akan ditimpa kesusahan atau kemiskinan selama-lamanya.” (HR. Al- Baihaqi)

Eh. Saya mau cerita,nih.. Beberapa hari yang lalu saya menemukan sebuah kejadian yang sebenarnya sangat sering saya temui. Tapi kejadian itu tetap saja membuat hati saya tergelitik. Hhmm.. Jadi, waktu saya pergi ke sebuah Mall, saya melihat ada seorang ibu yang sedang menggandeng anaknya yang berusia sekitar 6-7 tahun. Si anak ini termasuk anak cowok yang aktif. Karena saat berjalan-jalan di mall dia selalu berlarian ke sana kemari. Saat ibunya sedang melihat-lihat barang, si jagoan ini berlari-lari. Melihat itu, ibunya pun langsung berkata, “Hei, jangan lari-larian. Diem sini aja. Kalo’ lari-larian mama giniin nih.” Sambil si ibu memperagakan tangannya seperti sedang mencubit. Tidak lama kemudian, si jagoan itu pun duduk dan diam. Kemudian, mungkin karena bosan menunggu ibunya berbelanja, si jagoan ini memegang-megang barang-barang yang ada di sekelilingnya. Ibunya pun berkata kembali. “Awas. Jangan pegang-pegang. Klo’ barangnya jatuh, trus pecah, uang saku sekolahmu yang mama pake’ buat bayar itu. Biar kamu gak dapat uang jajan.” Mendengar itu, anaknya pun terdiam kembali.

punishment

Cerita yang biasa saja dan sangat sering kita jumpai. Ya kan? Tapi setiap saya menjumpai kejadian serupa seperti itu, rasanya saya ingin menyapa ibu tersebut dan mengingatkan. Karena tanpa sadar, anak selalu ditakut-takuti dengan peringatan dan hukuman. Bukan diberi iming2 pujian atau hadiah. Meskipun terkadang ada ibu atau ayah yang memberikan iming2 hadiah tapi tidak sedikit juga yang akhirnya lupa memberikan “reward” tersebut pada sang anak.

Yap! Reward. Mungkin para orangtua sudah tahu tentang Reward and Punishment. Dua hal yang berbeda, tetapi sering kita mendengarnya dengan bersamaan. Secara tidak langsung itu menuntun kita untuk selalu bertindak adil. Tidak hanya selalu memberi reward saat melakukan sesuatu dengan benar, tapi juga memberikan punishment bila melakukan tindakan yang kurang tepat. Pun begitu juga sebaliknya. Hal itu sudah pula diberitahukan dan selalu diajarkan kepada kita (umat Muslim) melalui Al Qur’an. Allah SWT sendirilah yang mengajarkan langsung. Kita bisa melihat banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang memasangkan neraka dengan surga.

“(Bukan demikian), yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al Baqarah :81)

“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al Baqarah :82)

Di surat yang lainnya pun juga Allah SWT berfirman tentang surga dan neraka sebagai “reward dan punishment”.

“Inilah dua golongan (golongan mu’min dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.” (Q.S. Al Hajj :19)

“Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka).” (Q.S. Al Hajj :20)

“Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.” (Q.S. Al Hajj :21)

“Setiap kali mereka hendak ke luar dari neraka lantaran kesengsaraan mereka, niscaya mereka dikembalikan ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), “Rasailah azab yang membakar ini”.” (Q.S. Al Hajj :22)

“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang beriman dan mengerjakan amal yang saleh ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Di surga itu mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera.” (Q.S. Al Hajj :23)

“Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan ditunjuki (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji.” (Q.S. Al Hajj :24)

Biar kita semakin yakin dan mantep nih, saya beri contoh surat yang lainnya.

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh keni’matan.” (Q.S. Al Infithar :13)

“Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (Q.S. Al Infithar :14)

Nah. Itu artinya, Allah SWT menggunakan sistem reward-punishment juga kepada kita. Dan itu sangat adil dan jelas. Bila benar, maka akan mendapatkan surga. Bila salah, maka akan mendapatkan neraka. Bila melakukan perbuatan dosa, maka akan mendapatkan punishment yaitu masuk neraka. Tapi bila melakukan amalan sholeh, maka akan mendapatkan reward surga. Bila masuk dalam golongan orang mukmin, maka akan dapat surga. Bila masuk golongan kafir, maka akan dapat hukuman siksa dalam neraka. Yang terakhir nih, bila berbakti kepada orangtua atau orang lain, maka akan mendapat reward surga, tapi bila kita durhaka, maka punishmentnya kita menjadi penghuni neraka. Adil, kan? Dan jelas, kan? Dan Allah SWT tidak pernah bohong dan ingkar terhadap janjinya.

reward

Itu jugalah yang bisa kita terapkan pada anak-anak kita (baca:orangtua). Orang tua harus membiasakan anak-anaknya untuk mengetahui reward dan punishment dengan jelas dan tegas. Sehingga anak pun akan belajar arti konsekuensi dari apa yang telah ia lakukan. Tapi, orang tua pun juga harus adil dan menepati setiap janji yang telah disepakati. Jadi, anak juga akan belajar arti pentingnya sebuah janji. Reward, tidak harus berupa barang atau materi. Tetapi juga bisa dapat berupa pujian kepada anak. Itupun anak sudah senang dan dapat meningkatkan percaya dirinya. Punishment, juga tidak harus berupa hukuman fisik. Tetapi bisa berupa peringatan. Sesuai dengan tingkatan hukuman seperti yang sudah pernah saya bahas pada artikel sebelumnya. Bagi yang belum baca, bisa lirik sebentar ke artikel “Tingkatan Hukuman” ya.. 🙂

Nah, sebenernya semua ilmu tentang parenting yang baik semuanya sudah terdapat dan diajarkan di dalam Al Qur’an. Tinggal bagaimana orangtua bisa mempraktekkannya kepada anak-anak. Tidak mudah memang. Karena butuh kesabaran, ketelatenan, ketegasan, dan kecerdasan. Tapi saya katakan lagi disini, tidak mudah bukan berarti tidak bisa, kan? Menurut saya, kalau setiap hal kita pelajari terus menerus secara continue, maka akhirnya pun akan menjadi mudah dan bisa. Itu juga sudah pernah saya bahas dalam artikel “Level Otak“. Because Life to Learn, Learn to Life. 🙂

Oke.. Sampai disini dulu ya tulisan saya kali ini. Semoga kita tidak bosan-bosan untuk belajar dan meningkatkan kualitas diri. Dan semoga tulisan-tulisan saya tetap dapat memberi manfaat buat temen-temen semuanya. Last, Happy Reading and Let’s Learn Together.

 

 

Still and Alway Learn, @Q_Qee